Jumat, 04 Mei 2018

[REVIEW] sirkus pohon -Andrea Hirata-


Biasanya setiap membaca buku karangan andrea hirata, gw selalu mempersiapkan diri dengan kata-kata yang akan menjadi kejutan disetiap halamannya
...Tapi kali ini setelah berlembar halaman ternyata kata yang gw cari tidak ketemu.
Entah...apa mungkin author kesayangan gw ini kehilangan daya magisnya yang berpindah kedalam sebuah pohon delima?
Untuk sebagian besar Masih tidak kehilangan gaya bercerita khas nya yang penuh makna dan terka.
Namun dibanding karya terdahulunya lebih lembut dan gak bikin gw berfikir keras seperti biasanya saat baca buku-buku bang boi ini.
Apa karna gw telah terbiasa dengan gayanya atau memang andrea telah jenuh dengan segala detail tulisannya kali ini.
Alur cerita berasa lambat diawal datar ditengah dan plot twist di ending kurang mengangetkan gw yang paling seneng sama plot twist.

Peristiwa seputar perceraian yang harusnya bisa jadi moodboster seperti dalam buku sebelumnya justru jadi pelengkap yang terkatung-katung saja.
Entah kenapa gw ga dapetin feelnya disini seperti dalam buku sebelumnya yg berhasil bikin mewek.
Moment Itu lewat begitu saja

Kisah cinta antara Tegar dan Tara pun
Yang dibungkus sedemikian rumit tetap gak berhasil bangkitin mood gw buat menyelesaikan buku ini dalam waktu kurang dari 6 jam.
Kisah kesetian Sobri pada dinda lah yang berhasil membuat gw terus menyibak hingga akhir halaman buku ini.
Kata "Spaneng" yang berkelebat dalam hidup gw belakangan ini muncul begitu banyak pula disini. Jujur tadinya gw kira kata itu karangan temen gw aja dan bahkan gw gak tau artinya sampe saat ini :D
Dan Yang gw cinta dari karya andrea tak lain adalah bagaimana dia bisa menggambarkan begitu banyak karakter yang terpisah diawal berpapasan ditengah dan berkumpul diakhir cerita. Sampai saat ini gw masih takzim dengan caranya menyusun semua karyanya.
Disinipun demikian meski ikatannya gak terlalu kuat seperti sebelumnya tapi selalu berhasil bikin gw terkagum dengan penjabarannya.
Gak ada quotes atau kutipan yang pengen gw comot disini.
Tapi kalau ada bagian yang bikin gw harus menahan diri tentu kalimat inilah

"Kujawab bahwa pendapat orang-orang itu keliru. Dinda takkan mati walaupun gerhana matahari datang. Dinda akan sembuh, cepat atau lambat, dan aku tak mau masa depan selain dengan Dinda.
Aku takkan meninggalkannya, apa pun yang akan terjadi, apabila perlu ,akan kupindahkan gerhana matahari."

...Yang nyaris bikin gw mau menitikan biji delima dari mata.
sebesar itukah gambaran kasih sayang seorang pemuda dungu kepada gadis alzheimer(tebakan :v )nya?

Sementara taripol sang sahabat garong yang tega mencuri sepeda temannya sendiri itu kurang terasa sekali perannya padahal dia semacam belati dalam sarung jika saja perannya disini diasah sedikit tajam lagi.
Yang gw rasa sama karakter ini sebentar benci,sebentar kaget,sebentar heran...serba sebentar saja tapi

Untuk keseluruhan gak kecewa sama karya nya yg satu ini..tapi untuk kesan belom dapet ....mungkin setelah gw baca sekali lagi ya mungkin ada yang terlewat hehee. recommended lah. selalu berhasil bikin gw bersyukur pernah hidup susah.
Jadi gw dapet feelnya saat bang boi mencoba menyilaukan sebuah kesederhanaan dan kemiskinan yang jarang gw temuin dalam kebanyakan bahan bacaan zaman sekarang.

8.0 nilai keseluruhanya beda dikit
Untuk buku sebelumnya berjudul "Ayah" yang gw anggap ber-Angka 8.6